KEANEKARAGAMAN PLANKTON UNTUK MENGEVALUASI KUALITAS AIR
DI PULAU SALAH NAMO, DESA BOGAK, KECAMATAN TANJUNG
TIRAM,
KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA
UTARA
Latar Belakang
Pulau Salah Namo yang terletak di
Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu
daerah pesisir, dimana kita ketahui bahwa Batu Bara berada di
kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka. Di sana
banyak aktivitas nelayan dan banyak pepohonan yang mengelilinginya. Hal ini
menyebabkan banyaknya dijumpai spesies-spesies plankton di dalamnya dengan
keadaan parameter fisika dan kimia yang
mendukung dan memiliki arus yang sangat kencang yang mengakibatkan banyaknya
kehidupan plankton.
Wilayah pesisir
merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Wilayah ini sangat
kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang ada di luar maupun di
dalam wilayah itu sendiri. Kesalahan pengelolaan wilayah pesisir menjadikan
wilayah ini sebagai tempat pembuangan limbah yang dapat mengakibatkan hilangnya
potensi yang ada. Masuknya bahan organik ke pesisir ini cepat atau lambat akan
dapat mempengaruhi kualitas air, yang selanjutnya berpengaruh pada keberadaan
organisme yang ada di perairan khususnya plankton yang merupakan organisme yang
pertama merespon perubahan kualitas air tersebut (Abida, 2010).
Plankton
adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di dalam air. Kemampuan
geraknya, kalau pun ada, sangat terbatas sehingga organisme tersebut terbawa
oleh arus (Nontji, 1993).
Fitoplankton
merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air,
karena kelompok ini memiliki kandungan klorofil sehingga mampu berfotosintesis.
Proses fotosintesis pada ekosistem air dilakukan oleh produsen
(fitoplankton). Fitoplankton hidup di daerah yang mendapat cahaya
matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus,2004).
Kelimpahan
plankton dan bagaimana keadaan parameter fisika kimia pada perairan di pulau Salah
Namo masih belum diketahui. Kelimpahan plankton dan keadaan parameter fisika
kimia air di pulau ini dapat menunjukkan bagaimana keadaan perairan di pulau
Salah Namo tersebut.
Maka
dengan ini penulis melakukan praktikum di Pulau Salah Namo untuk mengetahui
Indeks Hayati Plankton dan bagaimana hubungan Parameter Fisika dan Kimia
Perairan di pulau Salah Namo.
Gambaran Lokasi
Kabupaten
Batubara merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan dimana tujuh kecamatan di
Kabupaten Asahan dikurangi dan dipindahkan wilayahnya menjadi wilayah Kabupaten
Batubara. Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang
berbatasan dengan Selat Malaka (Dinas Pariwisata Batubara, 2012).
Pemerintah
daerah melalui Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Pemuda Olahraga Kabupaten Batu
Bara senantiasa berupaya membenahi dua buah pulau yang kita miliki ini. Dua
pulau ini nantinya diharapkan menjadi primadona wisata yang ada di Kabupaten
Batu Bara atau bahkan di Provinsi Sumatera Utara. Bila kita ingin mengunjungi
Pulau Pandang dan Salah Namo, kita dapat menaiki perahu bermotor dari dermaga
Tanjung Tiram. Dengan menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, kita akan sampai
di Pulau Salah Namo. Di pulau ini kita bisa melihat bangunan tower
telekomunikasi berdiri tegak di atas bukit. Di Pulau Salah Namo banyak
ditinggali berjenis satwa. Pada malam hari kita bisa melihat kilauan lampu
perahu nelayan yang menangkap sotong dan cumi-cumi. Tempat ini juga merupakan
tempat favorit bagi mereka yang memiliki hoby memancing. Bila kita berjalan
menaiki bukit hingga di puncak bukit di Pulau Salah Namo ini, keletihan yang
kita rasakan akan segera terbayar begitu menyaksikan pemandangan di sekitar
pulau yang luar biasa dari atas puncak bukit, kita juga bisa berteduh di bawah
rimbunnya pepohonan yang ada di pulau Salah Namo. Melihat air yang jernih di
sekitar pulau Salah Namo tentunya akan menggoda kita untuk mandi di sekitar
pulau, bahkan kita bisa melihat sejumlah ikan berenang-renang di sekitar pulau.
Sesekali bila kita beruntung, kita bisa melihat ikan lumba-lumba berenang tak
jauh dari Pulau Salah Namo. Para wisatawan juga biasa mengelilingi pulau ini
dengan menggunakan jet ski. Populasi berbagai jenis udang juga cukup banyak di
Pulau Salah Namo (Dinas Pariwisata Batubara, 2012).
Ekosistem Pesisir
Wilayah pesisir
merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Wilayah ini sangat
kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang ada di luar maupun di
dalam wilayah itu sendiri ( Abida,2010).
Batas wilayah pesisir
arah ke daratan tersebut ditentukan oleh :
-- Pengaruh sifat fisik air laut, yang ditentukan
berdasarkan seberapa jauh pengaruh pasang air laut, seberapa banyak flora yang
suka akan air akibat pasang tumbuh (water loving vegetation) dan
seberapa jauh pengaruh air laut ke dalam air tanah tawar.
--
Pengaruh kegiatan bahari (sosial), seberapa jauh konsentrasi ekonomi
bahari (desa nelayan) sampai ke darat (Salim,dkk 2012).
Deskripsi Plankton
Plankton
adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di dalam air. Kemampuan
geraknya, kalau pun ada, sangat terbatas sehingga organisme tersebut hidupnya terbawa
oleh arus. Plankton dapat dibagi dua golongan utama, yakni fitoplankton dan
zooplankton (Nontji, 1993).
A. Fitoplankton
Plankton (fitoplankton)
adalah organisme renik yang hidup melayang-layang di perairan. Fitoplakton
menempati trofik level pertama sebagai produsen primer. Selanjutnya, Barnes dan Hughes dalam
Hasibuan (2012) menyatakan fitoplankton membutuhkan nutrient (NO3 dan PO4).
Apabila perairan menjadi eutrofik atau unsur haranya sangat tinggi, maka
kelimpahan fitoplankton akan semakin meningkat. Selain itu, jenis fitoplankton yang
ada di perairan juga akan berubah sesuai dengan status trofik perairan danau.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang jenis,
kelimpahan, keragaman fitoplankton dan kaitannya dengan nitrat dan fosfat
(Sartika,dkk,2012).
Fitoplankton
merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air,
karena kelompok ini memiliki kandungan klorofil dan mampu berfotosintesis.
Proses fotosintesis pada ekosistem air dilakukan oleh produsen (fitoplankton).
Fitoplankton terutama hidup di daerah yang mendapat cahaya matahari yang
dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus,2004).
Meskipun
fitoplankton membentuk sejumlah besar biomassa di laut, kelompok ini hanya
diwakili oleh beberapa filum saja. Sebagian besar bersel satu dan mikroskopik,
dan mereka termasuk alga kuning hijau yang meliputi diatom dan kokolitofor.
Kokolitofor adalah nanoplankton (Romimohtarto
dan Sri, 2004).
Fitoplankton
yang subur umunya terdapat di perairan di sekitar muara sungai atau di perairan
lepas panatai dimana terjadi air naik (upwelling). Di kedua lokasi itu terjadi
proses penyuburan karena masuknya zat hara ke dalam lingkungan tersebut.
Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorifil mampu
melaksanakan reaksi fotosintesis dimana saja (Nontji, 1993).
Kelimpahan
fitoplankton berdasarkan kedalaman menunjukkan kelas Bacillariophyceae melimpah
di setiap kedalaman dan stasiun pengamatan. Kelimpahan tertinggi yaitu pada
kedalaman 10m. Hal ini terkait dengan intensitas cahaya relatif berkurang pada
kedalaman 10m, dimana beberapa fitoplankton tidak menyukai cahaya matahari dan
menempati lapisan kedalaman ini, terutama dari kelas Bacillariophyceae dan
Dinophyceae. Tingginya kelimpahan dari kelas Bacillariophyceae diduga karena
tingginya kadar silika, selain itu kelas Bacillariophyceae merupakan jenis
diatom yang paling toleran terhadap kondisi perairan, seperti suhu dan mampu
beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairannya sehingga dapat berkembang
biak dengan cepat dan memanfaatkan kandungan nutrien dengan baik. Kemampuan
reproduksi dari diatom lebih besar dibandingkan dengan kelompok fitoplankton
lainnya (Nurfadillah,dkk, 2012).
B.
Zooplankton
Meskipun jumlah
jenis dan kepadatannya lebih rendah dari fitoplankton, mereka membentuk
kelompok yang lebih beraneka ragam. Setidak-tidaknya ada sembilan filum yang
mewakili kelompok zooplankton ini dan ukurannya sangat beragam, dari yang
kecil atau renik sampai yang garis tengahnya lebih dari 1 m (Romimohtarto dan
Sri, 2004).
Di laut terbuka banyak zooplankton
yang dapat melakukan gerakan naik turun secara berskala atau dikenal dengan
migrasi vertikal. Pada malam hari zooplankton naik ke atas menuju ke permukaan
sedangkan pada siang hari turun ke bawah permukaan air (Nontji, 1993).
Sebagian besar zooplankton mengandung
nutrisi pada materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus.
Berhubung karena bentuk dan ukuran tubuh yang bervariasi, maka terdapat
beberapa jenis tipe makan zooplankton dalam memanfaatkan materi organik
tersebut. Pengaruh arus terhadap zooplankton lebih kuat dibandingkan pada
fitoplankton. Oleh karena itu umumnya zooplankton banyak ditemukan pada
perairan yang mempunyai arus yang rendah dan memiliki kekeruhan air yang
sedikit (Barus, 2004).
Faktor
Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton
Kondisi
parameter lingkungan perairan di perairan pulau Salah Namo mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Adapun
faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan plankton, yaitu :
a. Suhu
Suhu air merupakan faktor
yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat
dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut,
tetapi juga dalam kaitannya dengan kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat
juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi (Nontji, 1993).
Suhu air laut dipengaruhi
oleh cuaca, kedalaman air, gelombang, waktu pengukuran, pergerakan konveksi,
letak ketinggian dari muka laut (altitude),
upwelling, musim, konvergensi, divergensi, dan kegiatan
manusia di sekitar perairan tersebut serta besarnya intensitas cahaya yang
diterima perairan. Meskipun suhunya relatif tinggi, namun masih dalam batas toleransi bagi kehidupan ikan. Sebagaimana dijelaskan, bahwa suhu yang berkisar antara 270C - 320C baik
untuk kehidupan organisme perairan (Sari
dan Uswan, 2012).
Disamping itu, pola temperatur perairan juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik,
penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air
terkena cahaya matahari secara langsung. Hal ini yang akan menyebabkan
peningkatan suhu suatu perairan (Barus, 2004).
b.
Salinitas
Di perairan samudra, salinitas biasanya
berkisar antara 34-35%. Di perairan pantai karena terjadi pengeceran, misalnya
karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di
daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas meningkat tinggi. Sebaran
salinitas di laut dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai-sungai (Nontji, 1993).
Salinitas didefinisikan sebagai
berat zat padat terlarut dalam gram per kilogram air laut, jika zat padat telah
dikeringkan sampai beratnya tetap pada 4800C dan jumlah klorida dan
bromida yang hilang diganti dengan sejumlah klor yang ekivalen dengan berat
kedua halida yang hilang. Singkatnya,
salinitas adalah berat garam per kilogram air laut (Romimohtarto dan Sri,
2001).
c. pH (potentil
of Hydrogen)
Derajat keasaman (pH)
merupakan satu dari parameter kimia perairan yang dapat dijadikan indikasi
kualitas perairan. Berdasarkan pengukuran di lapangan, nilai pH pada
masing-masing stasiun tidak jauh berbeda. Rata-rata nilai pH pada masing-masing
stasiun berkisar antara 7,75 - 8,0. Namun, bila dilakukan
perbandingan antar stasiun pengamatan, maka nilai pH tetap seragam. Walaupun rentang
nilai pH perairan relatif seragam atau berada pada kisaran yang sempit, tetapi
masih mendukung kehidupan organisme perairan dalam beradaptasi (Sari dan Husman,
2012).
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya
terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun
sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH
yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat
terutama ion aluminium yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan
mengancam kelangsungan hidup organisme air. Sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan
keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH
di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat
toksik bagi organisme (Barus, 2004).
d.
DO (Disolved oxygen)
Adanya perbedaan kadar oksigen terlarut diduga karena dipengaruhi oleh pergerakan massa air, proses
fotosintesis dan respirasi dari organisme laut termasuk fitoplankton dan algae
lainnya (Sari
dan Husman, 2012).
Oksigen yang terlarut dalam
air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada dalam
air. Oksigen dari udara terlarut masuk dalam air karena adanya difusi langsung
dan agitasi permukaan air oleh aksi angin dan arus turbulen. Banyaknya oksigen
terlarut melalui udara ke air tergantung pada luas permukaan air, suhu dan
salinitas air (Barus, 2004).
Tempat dan Waktu
Praktikum
Pengambilan
sampel plankton dilakukan pada tanggal 01 Juni 2013 pukul 17.00 WIB di
Pulau Salah Namo, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera
Utara. Pulau ini terletak pada titik koordinat 3° 25'
08.44976" N dan 99° 45' 21.08423" E. Kegiatan
praktikum ini terbagi dua, yaitu kegiatan pengambilan sampel plankton dan
memeriksa faktor fisika dan kimia perairan. Dalam praktikum ini, ada 5 titik
lokasi yang dijadikan untuk pengambilan sampel plankton. Dengan jarak
masing-masing stasiun ± 10 m. Penulis melakukan pengambilan sampel di stasiun 5
pada titik koordinat 30° 20’ 27,5” LU dan 99° 43’ 17,9” BT.
Alat
dan Bahan Praktikum
Adapun alat yang digunakan, yaitu
plankton net sebagai alat untuk menangkap plankton, ember sebagai alat untuk
menimba air sampel, handsprayer sebagai wadah aquadest,
pipet tetes sebagai alat untuk menetesi lugol ke sampel air dan untuk menetesi
sampel air ke object glass, botol sampel sebagai wadah sampel
air, object glass/deck glass sebagai objek sampel yang akan
diamati, mikroskop sebagai alat untuk mengamati sampel, buku gambar sebagai
tempat untuk menggambar hasil pengamatan, kalkulator sebagai alat untuk menghitung
indeks hayati spesies dan alat tulis lainnya yang diperlukan selama praktikum.
Adapun
bahan yang digunakan, yaitu air laut sebagai media pengamatan, aquadest sebagai
bahan untuk diisi ke handsprayer, dan lugol 4% juga fehling sebagai pengawet
sampel air.
Deskripsi
Area
Dalam praktikum ini terbagi 5 titik area pengambilan
sampel plankton, yaitu:
1. Stasiun
1 (30° 20’ 25,9” LU dan 99° 43’ 21,2” BT), lokasi lebih cenderung memiliki
banyak pasir pantai.
2. Stasiun
2 (30° 20’ 27,3” LU dan 99° 43’ 20,4” BT), lokasi sama seperti di stasiun 1, tetapi daerah ini merupakan tempat kapal
berlabuh ke pulau.
3. Stasiun
3 (30° 20’ 27,3” LU dan 99° 43’ 18,6” BT), lokasi terdapat banyak batu-batu
karang dan pasir.
4. Stasiun
4 (30° 20’ 27,3” LU dan 99° 43’ 18,6” BT), lokasi dominan daerah batuan karang.
5. Stasiun
5 (30° 20’ 27,5” LU dan 99° 43’ 17,9” BT), lokasi lebih didominasi oleh
batu-batuan karang yang besar.
Parameter
yang Diamati
Pengambilan
sampel plankton
1. Diambil sampel air dengan ember 5 liter
diambil sebanyak 25 liter.
2. Dimasukkan air ke dalam plankton
net dan semprot dengan handspayer yang berisi aquadest.
3. Sampel air yang ada di dalam bucket plankton net dimasukkan ke dalam
botol film lalu ditetesi lugol sebanyak
3-4 tetes.
4. Diberi label dan pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali.
Pengukuran
parameter fisika kimia perairan
Suhu
1. Diambil sampel air laut ke dalam ember 5 liter.
2. Dimasukkan termometer ke dalam sampel air.
3. Ditunggu beberapa menit dan lihat garis merah yang menunjukkan suhu
perairan.
Salinitas
1. Diambil 1 tetes aquadest dengan pipet tetes
ke dalam sprektanometer agar normal.
2. Ambil 1 tetes air laut dengan pipet
tetes ke dalam sprektanometer.
3. Lalu muncul angka pada sprektanometer.
pH
1. Masukkan pH meter ke dalam air
laut.
2. Dinyalakan pH dan lihat angka
pada pH meter yang menunujukan derajat keasaman air laut.
DO (Dissolved Oxygen)
1. Diukur DO dengan metode Winkler.
2. Diambil sampel air dengan ember dan
masukkan ke dalam botol winkler.
3. Diteteskan sampel air tersebut dengan 1 ml
MnSO4 dan 1 ml KOH-KI, lalu aduk dan diamkan.
4. Pada sampel akan terdapat endapan putih
atau coklat.
5. Ditetesi 1 ml H2SO4, lalu
diaduk dan didiamkan.
6. Sampel akan berwarna coklat.
7. Diambil sampel 100 ml, lalu dititrasi dengan Na2S2O3
0,0125 N hingga berwarna kuning pucat.
8. Ditetesi sampel dengan amilum sebanyak 3
tetes, lalu sampel akan berwarna biru.
9. Dititrasi sampel dengan Na2S2O3
0,0125 N hingga sampel berwarna bening.
10. Nilai DO merupakan jumlah Na2S2O3
0,0125 N yang terpakai.
Hasil
Adapun
hasil yang diperoleh dari praktikum Planktonologi di pulau Salah Namo Kecamatan
Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara adalah sebagai berikut,
Tabel data plankton pulau Salah Namo, Batu Bara.
No
|
Nama Spesies
|
Jumlah
Per tetes
|
Jumlah
Per 1 ml
|
Jumlah
Per 50 ml
|
1
|
Diapelmadia sp
|
1
|
20
|
1000
|
2
|
Isthmia sp
|
75
|
1500
|
75000
|
3
|
Nauplius sp
|
1
|
20
|
1000
|
4
|
Oedogoenium sp
|
34
|
680
|
34000
|
5
|
Oscillatoria tenuis
|
5
|
100
|
5000
|
6
|
Synedra sp
|
17
|
340
|
17000
|
7
|
Closterium sp
|
1
|
20
|
1000
|
8
|
Mouggeotia sp
|
4
|
80
|
4000
|
9
|
Rhizosolenia sp
|
2
|
40
|
2000
|
10
|
Anabena sp
|
2
|
40
|
2000
|
11
|
Apsilus sp
|
2
|
40
|
2000
|
12
|
Ecylatoria sp
|
1
|
20
|
1000
|
13
|
Diaptomus sp
|
4
|
80
|
4000
|
14
|
Favella Campanaulia
|
1
|
20
|
1000
|
15
|
Lexodes sp
|
1
|
20
|
1000
|
16
|
Nitzschia closterium
|
17
|
340
|
17000
|
17
|
Sclotella sp
|
2
|
40
|
2000
|
18
|
Chaetoceros sp
|
1
|
20
|
1000
|
19
|
Pandorina sp
|
1
|
20
|
1000
|
20
|
Rotifera sp
|
3
|
60
|
3000
|
21
|
Zygnema sp
|
4
|
80
|
4000
|
22
|
Ulothrix sp
|
4
|
80
|
4000
|
23
|
Neogeotia sp
|
8
|
160
|
8000
|
24
|
Euntitus Stramentus
|
1
|
20
|
1000
|
25
|
Bacillaria sp
|
3
|
60
|
3000
|
26
|
Stigenoida sp
|
1
|
20
|
1000
|
Jumlah
|
196
|
3920
|
196000
|
Tabel parameter
Fisika Kimia pulau Salah Namo
Parameter
|
Satuan
|
|
Suhu
|
300C
|
|
pH
|
8,7
|
|
DO
|
11
|
|
Salinitas
|
30 ppm
|
Pembahasan
Dari hasil praktikum, fitoplankton yang dominan terdapat
di Pulau Salah Namo adalah Isthmia
sp., Oedogoenium sp. dan Synedra sp. yang merupakan sumber
makanan bagi zooplankton dan organisme lainnya. Hal ini seperti yang dinyatakan Barus
(2004), bahwa fitoplankton merupakan kelompok yang memegang
peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini memiliki kandungan klorofil dan mampu berfotosintesis.
Dari hasil praktikum juga diketahui bahwa yang paling dominan
yaitu Isthmia sp. dan Mougeotia sp. yang merupakan jenis
fitoplankton. Ini dikarenakan pengambilan sampel di sore hari dan juga pada pinggiran
lepas pantai. Hal ini seperti yang dinyatakan Nontji (1993), bahwa fitoplankton
yang subur umumnya terdapat di perairan di sekitar muara sungai atau di perairan
lepas pantai dimana terjadi air naik (upwelling). Di kedua lokasi itu terjadi
proses penyuburan karena masuknya zat hara ke dalam lingkungan tersebut.
Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu
melaksanakan reaksi fotosintesis dimana saja.
Pulau Salah Namo memiliki suhu 300C, dimana suhu ini sangat
baik untuk kehidupan organisme yang berada di perairan, terutama
plankton (fitoplankton) sering melakukan fotosintesis. Hal ini seperti isi literatur menurut Sari dan Usman (2012), bahwa meskipun
suhunya relatif tinggi, namun masih dalam batas toleransi bagi kehidupan ikan. Sebagaimana dijelaskan, bahwa
suhu yang berkisar antara 270C - 320C baik untuk
kehidupan organisme perairan.
Pada
praktikum diperoleh pH sebesar 7,8. Dari pH ini dapat disimpulkan
bahwa air laut Salah Namo bersifat basa, karena pHnya >7 yang bisa dapat
bersifat toksis bagi kehidupan organisme perairan,
terutama plankton. Hal ini seperti menurut Barus (2004), bahwa pH yang sangat
rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion
aluminium yang bersifat toksik semakin tinggi, yang tentunya akan mengancam
kelangsungan hidup organisme air. Sedangkan, pH yang tinggi akan menyebabkan
keseimbangan antara ammonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH
di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat
toksik bagi organisme.
Pulau
Salah Namo juga memiliki DO sebesar
11 ppm. Ini
menunjukkan banyaknya fitoplankton yang terdapat di pulau tersebut karena
salah satu sumber oksigen terlarut dalam air adalah dari hasil
fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Hal ini seperti menurut Barus (2004), bahwa oksigen yang
terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan
yang ada dalam air. Oksigen dari udara terlarut masuk dalam air karena adanya
difusi langsung dan agitasi permukaan air oleh aksi angin dan arus turbulen.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan
dari praktikum di Pulau Salah
Namo, Desa Bogak, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara,
Provinsi Sumatera Utara, yaitu:
1. Dari hasil praktikum diperoleh
bahwa Isthmia sp. dan Mougotia sp. adalah plankton yang paling dominan di pulau Salah Namo.
2. Berdasarkan indeks keanekaragaman
yang ada di Pulau Salah Namo Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara, perairannya hampir tidak
terjadi pencemaran dengan H’ sebesar 2,188.
3. Dari hasil praktikum diperoleh
nilai suhu 300, dimana suhu ini sangat baik untuk kehidupan
organisme yang berada di perairan.
4. Dari hasil praktikum diperoleh
nilai DO sebesar 11 ppm. Ini menunjukkan banyaknya fitoplankton yang terdapat di pulau tersebut.
5. Dari hasil praktikum diperoleh
nilai pH 7,8 dan nilai salinitas
sebesar 30 ppm.
Penampakan
Sebelum menyeberang, dermaga Tanjung Tiram
Numpang jepret, om...
Pantai Berbatu Pulau Salah Namo
Pemandangan dari dermaga pos Kesehatan
Sunset
Dermaga di atas pantai berbatu
Jepret dari bukit di atas dermaga
Fenomena pasang air laut pulau Salah Namo
Bivak alam (goa) pulau Salah Namo
Dermaga pulau Salah Namo
Jernihnyaaa...
Sore hari
Hasil tangkapan saat memancing malam hari di dermaga
Splash..!
Menginap selama semalam di pos kesehatan, lumayan horor. Hhehe...
DAFTAR PUSTAKA
Abida, I., W. 2010. Struktur Komunitas Dan Kelimpahan
Fitoplankton di Perairan Muara Sungai Porong Sidoarjo. Jurnal Kelautan. Volume
3, No.1.
Barus,
T., A. 2004. Pengantar Limnologi : Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU
Press, Medan.
Bengen, D., dan Dea. 2010.
Pengelolaan Ekosistem Wilayah Pesisir.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://repository.ipb.ac.id
(Diakses tanggal 20 Juni 2013)
Dinas Pariwisata. 2009.
Kabupaten Batubara. http://dinaspariwisata.go.id. (Diakses tanggal 20 Juni
2013).
Dinas Pariwisata Batubara.
2012. Pulau Pandang dan Pulau Salah Namo. http://Batubara.go.id. (Diakses tanggal 20 Juni 2013).
Juwana, S, dan Romimahtarto, K. 2001. Biologi Laut.
Penerbit Djambatan, Jakarta.
Kordi,
M., G., H. dan Tancung, A., B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya
Perairan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Madinawati. 2010. Kelimpahan Dan Keanekaragaman Plankton
Di Perairan Laguna Desa Tolongano Kecamatan Banawa Selatan. Media Litbang,
Sulteng. ISSN: 1979-5971.
Nulya, S., E., Lestari, A., dan
Arsyad, S., W. 2011. Keanekaragaman
Dan Kemelimpahan Zooplankton Di Kolam Jorong Barutama Greston Kecamatan Jorong Kabupaten
Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan.
Jurnal Wahana-Bio. Volume VI. http://ejournal.unlam.ac.id. (Diakses tanggal
23 Juni 2013).
Siregar,
M., H. 2009. Studi Keanekaragaman Plankton di Hulu Sungai Asahan Porsea.
Universitas Sumatera Utara, Medan. http://repository.usu.ac.id. (Diakses tanggal 23 Juni 2013).
Stowe,
K. 1987. Essentials of Ocean Science.
John Wiley & Sons, Inc., USA.
Widyorini, N., dan Ruswahyuni. 2008. Sebaran Unsur Hara Terhadap Struktur
Komunitas Plankton di Pantai Bandengan dan Pulau Panjang Jepara. Jurnal Saintek
Perikanan. Volume 3, No.2. http://repository.undip.ac.id.
(Diakses tanggal 19 Juni 2013).
Webber,
H. dan Thurman, H. 1991. Marine Biology :
Second Edition. Harper Collins Publisher, New York.
Wisnu.
2009.
Pendugaan Status Trofik Dengan Pendekatan Kelimpahan Fitoplankton dan
Zooplankton di Waduk Sengguruh Karangkates Lahor Wlingi Raya dan Wonorejo Jawa
Timur. Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
Volume 1 No.1.
Yuliana.,
Adiwilaga, E., M., Harris, E., dan N.T.M. Pratiwi. 2012. Hubungan Antara
Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter Fisik-Kimiawi Perairan Di Teluk
Jakarta. Jurnal Akuatika. Volume III, No.2. ISSN 0853-2523. http://jurnal.unpad.ac.id. (Diakses
tanggal 23 Juni 2013).
like tulisan lu njuud.. good
BalasHapushhaha.., baru belajar jg gua...
Hapus