Jumat, 06 Desember 2013

Kualitas Air Pulau Salah Namo



KEANEKARAGAMAN PLANKTON UNTUK MENGEVALUASI KUALITAS AIR
DI PULAU SALAH NAMO, DESA BOGAK, KECAMATAN TANJUNG TIRAM,
KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA


Latar Belakang
Pulau Salah Namo yang terletak di Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu daerah pesisir, dimana kita ketahui bahwa Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka. Di sana banyak aktivitas nelayan dan banyak pepohonan yang mengelilinginya. Hal ini menyebabkan banyaknya dijumpai spesies-spesies plankton di dalamnya dengan keadaan parameter fisika dan kimia  yang mendukung dan memiliki arus yang sangat kencang yang mengakibatkan banyaknya kehidupan plankton.
            Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Wilayah ini sangat kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang ada di luar maupun di dalam wilayah itu sendiri. Kesalahan pengelolaan wilayah pesisir menjadikan wilayah ini sebagai tempat pembuangan limbah yang dapat mengakibatkan hilangnya potensi yang ada. Masuknya bahan organik ke pesisir ini cepat atau lambat akan dapat mempengaruhi kualitas air, yang selanjutnya berpengaruh pada keberadaan organisme yang ada di perairan khususnya plankton yang merupakan organisme yang pertama merespon perubahan kualitas air tersebut (Abida, 2010).
Plankton adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di dalam air. Kemampuan geraknya, kalau pun ada, sangat terbatas sehingga organisme tersebut terbawa oleh arus (Nontji, 1993).
Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini memiliki kandungan klorofil sehingga mampu berfotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air dilakukan oleh produsen (fitoplankton). Fitoplankton hidup di daerah yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus,2004).
            Kelimpahan plankton dan bagaimana keadaan parameter fisika kimia pada perairan di pulau Salah Namo masih belum diketahui. Kelimpahan plankton dan keadaan parameter fisika kimia air di pulau ini dapat menunjukkan bagaimana keadaan perairan di pulau Salah Namo tersebut.
            Maka dengan ini penulis melakukan praktikum di Pulau Salah Namo untuk mengetahui Indeks Hayati Plankton dan bagaimana hubungan Parameter Fisika dan Kimia Perairan di pulau Salah Namo.

Gambaran Lokasi          
Kabupaten Batubara merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan dimana tujuh kecamatan di Kabupaten Asahan dikurangi dan dipindahkan wilayahnya menjadi wilayah Kabupaten Batubara. Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka (Dinas Pariwisata Batubara, 2012).
            Pemerintah daerah melalui Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Pemuda Olahraga Kabupaten Batu Bara senantiasa berupaya membenahi dua buah pulau yang kita miliki ini. Dua pulau ini nantinya diharapkan menjadi primadona wisata yang ada di Kabupaten Batu Bara atau bahkan di Provinsi Sumatera Utara. Bila kita ingin mengunjungi Pulau Pandang dan Salah Namo, kita dapat menaiki perahu bermotor dari dermaga Tanjung Tiram. Dengan menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, kita akan sampai di Pulau Salah Namo. Di pulau ini kita bisa melihat bangunan tower telekomunikasi berdiri tegak di atas bukit. Di Pulau Salah Namo banyak ditinggali berjenis satwa. Pada malam hari kita bisa melihat kilauan lampu perahu nelayan yang menangkap sotong dan cumi-cumi. Tempat ini juga merupakan tempat favorit bagi mereka yang memiliki hoby memancing. Bila kita berjalan menaiki bukit hingga di puncak bukit di Pulau Salah Namo ini, keletihan yang kita rasakan akan segera terbayar begitu menyaksikan pemandangan di sekitar pulau yang luar biasa dari atas puncak bukit, kita juga bisa berteduh di bawah rimbunnya pepohonan yang ada di pulau Salah Namo. Melihat air yang jernih di sekitar pulau Salah Namo tentunya akan menggoda kita untuk mandi di sekitar pulau, bahkan kita bisa melihat sejumlah ikan berenang-renang di sekitar pulau. Sesekali bila kita beruntung, kita bisa melihat ikan lumba-lumba berenang tak jauh dari Pulau Salah Namo. Para wisatawan juga biasa mengelilingi pulau ini dengan menggunakan jet ski. Populasi berbagai jenis udang juga cukup banyak di Pulau Salah Namo (Dinas Pariwisata Batubara, 2012).

Ekosistem Pesisir
            Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan lautan. Wilayah ini sangat kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai kegiatan yang ada di luar maupun di dalam wilayah itu sendiri ( Abida,2010).
Batas wilayah pesisir arah ke daratan tersebut ditentukan oleh :
--  Pengaruh sifat fisik air laut, yang ditentukan berdasarkan seberapa jauh pengaruh pasang air laut, seberapa banyak flora yang suka akan air akibat pasang tumbuh (water loving vegetation) dan seberapa jauh pengaruh air laut ke dalam air tanah tawar.
-- Pengaruh kegiatan bahari (sosial), seberapa jauh konsentrasi ekonomi bahari (desa nelayan) sampai ke darat (Salim,dkk 2012).  

Deskripsi Plankton
Plankton adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di dalam air. Kemampuan geraknya, kalau pun ada, sangat terbatas sehingga organisme tersebut hidupnya terbawa oleh arus. Plankton dapat dibagi dua golongan utama, yakni fitoplankton dan zooplankton (Nontji, 1993).

A.    Fitoplankton
Plankton (fitoplankton) adalah organisme renik yang hidup melayang-layang di perairan. Fitoplakton menempati trofik level pertama sebagai produsen primer. Selanjutnya, Barnes dan Hughes dalam Hasibuan (2012) menyatakan fitoplankton membutuhkan nutrient (NO3 dan PO4). Apabila perairan menjadi eutrofik atau unsur haranya sangat tinggi, maka kelimpahan fitoplankton akan semakin meningkat. Selain itu, jenis fitoplankton yang ada di perairan juga akan berubah sesuai dengan status trofik perairan danau. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang jenis, kelimpahan, keragaman fitoplankton dan kaitannya dengan nitrat dan fosfat (Sartika,dkk,2012).
Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini memiliki kandungan klorofil dan mampu berfotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air dilakukan oleh produsen (fitoplankton). Fitoplankton terutama hidup di daerah yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis (Barus,2004).
Meskipun fitoplankton membentuk sejumlah besar biomassa di laut, kelompok ini hanya diwakili oleh beberapa filum saja. Sebagian besar bersel satu dan mikroskopik, dan mereka termasuk alga kuning hijau yang meliputi diatom dan kokolitofor. Kokolitofor adalah nanoplankton (Romimohtarto dan Sri, 2004).
Fitoplankton yang subur umunya terdapat di perairan di sekitar muara sungai atau di perairan lepas panatai dimana terjadi air naik (upwelling). Di kedua lokasi itu terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara ke dalam lingkungan tersebut. Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorifil mampu melaksanakan reaksi fotosintesis dimana saja (Nontji, 1993).
Kelimpahan fitoplankton berdasarkan kedalaman menunjukkan kelas Bacillariophyceae melimpah di setiap kedalaman dan stasiun pengamatan. Kelimpahan tertinggi yaitu pada kedalaman 10m. Hal ini terkait dengan intensitas cahaya relatif berkurang pada kedalaman 10m, dimana beberapa fitoplankton tidak menyukai cahaya matahari dan menempati lapisan kedalaman ini, terutama dari kelas Bacillariophyceae dan Dinophyceae. Tingginya kelimpahan dari kelas Bacillariophyceae diduga karena tingginya kadar silika, selain itu kelas Bacillariophyceae merupakan jenis diatom yang paling toleran terhadap kondisi perairan, seperti suhu dan mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairannya sehingga dapat berkembang biak dengan cepat dan memanfaatkan kandungan nutrien dengan baik. Kemampuan reproduksi dari diatom lebih besar dibandingkan dengan kelompok fitoplankton lainnya (Nurfadillah,dkk, 2012).    
   
B.     Zooplankton
            Meskipun jumlah jenis dan kepadatannya lebih rendah dari fitoplankton, mereka membentuk kelompok yang lebih beraneka ragam. Setidak-tidaknya ada sembilan filum yang mewakili kelompok zooplankton ini dan ukurannya sangat beragam, dari yang kecil atau renik sampai yang garis tengahnya lebih dari 1 m (Romimohtarto dan Sri, 2004).
            Di laut terbuka banyak zooplankton yang dapat melakukan gerakan naik turun secara berskala atau dikenal dengan migrasi vertikal. Pada malam hari zooplankton naik ke atas menuju ke permukaan sedangkan pada siang hari turun ke bawah permukaan air (Nontji, 1993).
            Sebagian besar zooplankton mengandung nutrisi pada materi organik, baik berupa fitoplankton maupun detritus. Berhubung karena bentuk dan ukuran tubuh yang bervariasi, maka terdapat beberapa jenis tipe makan zooplankton dalam memanfaatkan materi organik tersebut. Pengaruh arus terhadap zooplankton lebih kuat dibandingkan pada fitoplankton. Oleh karena itu umumnya zooplankton banyak ditemukan pada perairan yang mempunyai arus yang rendah dan memiliki kekeruhan air yang sedikit (Barus, 2004).

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton
Kondisi parameter lingkungan perairan di perairan pulau Salah Namo mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.  Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan plankton, yaitu :

a.       Suhu  
Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam pengkajian-pengkajian kelautan. Data suhu air dapat dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala fisika di dalam laut, tetapi juga dalam kaitannya dengan kehidupan hewan atau tumbuhan. Bahkan dapat juga dimanfaatkan untuk pengkajian meteorologi (Nontji, 1993).
Suhu air laut dipengaruhi oleh cuaca, kedalaman air, gelombang, waktu pengukuran, pergerakan konveksi, letak ketinggian dari muka laut (altitude), upwelling, musim, konvergensi, divergensi, dan kegiatan manusia di sekitar perairan tersebut serta besarnya intensitas cahaya yang diterima perairan. Meskipun suhunya relatif tinggi, namun masih dalam batas toleransi bagi kehidupan ikan. Sebagaimana dijelaskan, bahwa suhu yang berkisar antara 270C - 320C baik untuk kehidupan organisme perairan (Sari dan Uswan, 2012).
Disamping itu, pola temperatur perairan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang diakibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung. Hal ini yang akan menyebabkan peningkatan suhu suatu perairan (Barus, 2004).

b.      Salinitas
            Di perairan samudra, salinitas biasanya berkisar antara 34-35%. Di perairan pantai karena terjadi pengeceran, misalnya karena pengaruh aliran sungai, salinitas bisa turun rendah. Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas meningkat tinggi. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai-sungai (Nontji, 1993).
            Salinitas didefinisikan sebagai berat zat padat terlarut dalam gram per kilogram air laut, jika zat padat telah dikeringkan sampai beratnya tetap pada 4800C dan jumlah klorida dan bromida yang hilang diganti dengan sejumlah klor yang ekivalen dengan berat kedua halida yang hilang. Singkatnya, salinitas adalah berat garam per kilogram air laut (Romimohtarto dan Sri, 2001).

c.       pH (potentil of Hydrogen)
Derajat keasaman (pH) merupakan satu dari parameter kimia perairan yang dapat dijadikan indikasi kualitas perairan. Berdasarkan pengukuran di lapangan, nilai pH pada masing-masing stasiun tidak jauh berbeda. Rata-rata nilai pH pada masing-masing stasiun berkisar antara 7,75 - 8,0. Namun, bila dilakukan perbandingan antar stasiun pengamatan, maka nilai pH tetap seragam. Walaupun rentang nilai pH perairan relatif seragam atau berada pada kisaran yang sempit, tetapi masih mendukung kehidupan organisme perairan dalam beradaptasi (Sari dan Husman, 2012).
Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme air. Sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

d.      DO (Disolved oxygen)
Adanya perbedaan kadar oksigen terlarut diduga karena dipengaruhi oleh pergerakan massa air, proses fotosintesis dan respirasi dari organisme laut termasuk fitoplankton dan algae lainnya (Sari dan Husman, 2012).
            Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen dari udara terlarut masuk dalam air karena adanya difusi langsung dan agitasi permukaan air oleh aksi angin dan arus turbulen. Banyaknya oksigen terlarut melalui udara ke air tergantung pada luas permukaan air, suhu dan salinitas air (Barus, 2004).

Tempat dan Waktu Praktikum
            Pengambilan sampel plankton dilakukan pada tanggal 01 Juni 2013 pukul 17.00 WIB di Pulau Salah Namo, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara. Pulau ini terletak pada titik koordinat 3° 25' 08.44976" N dan 99° 45' 21.08423" E. Kegiatan praktikum ini terbagi dua, yaitu kegiatan pengambilan sampel plankton dan memeriksa faktor fisika dan kimia perairan. Dalam praktikum ini, ada 5 titik lokasi yang dijadikan untuk pengambilan sampel plankton. Dengan jarak masing-masing stasiun ± 10 m. Penulis melakukan pengambilan sampel di stasiun 5 pada titik koordinat 30° 20’ 27,5” LU dan 99° 43’ 17,9” BT.

Alat dan Bahan Praktikum
Adapun alat yang digunakan, yaitu plankton net sebagai alat untuk menangkap plankton, ember sebagai alat untuk menimba air sampel, handsprayer sebagai wadah aquadest, pipet tetes sebagai alat untuk menetesi lugol ke sampel air dan untuk menetesi sampel air ke object glass, botol sampel sebagai wadah sampel air, object glass/deck glass sebagai objek sampel yang akan diamati, mikroskop sebagai alat untuk mengamati sampel, buku gambar sebagai tempat untuk menggambar hasil pengamatan, kalkulator sebagai alat untuk menghitung indeks hayati spesies dan alat tulis lainnya yang diperlukan selama praktikum.
Adapun bahan yang digunakan, yaitu air laut sebagai media pengamatan, aquadest sebagai bahan untuk diisi ke handsprayer, dan lugol 4% juga fehling sebagai pengawet sampel air.


Deskripsi Area
Dalam praktikum ini terbagi 5 titik area pengambilan sampel plankton, yaitu:
1.   Stasiun 1 (30° 20’ 25,9” LU dan 99° 43’ 21,2” BT), lokasi lebih cenderung memiliki banyak pasir pantai.
2.   Stasiun 2 (30° 20’ 27,3” LU dan 99° 43’ 20,4” BT), lokasi sama seperti di stasiun 1, tetapi daerah ini merupakan tempat kapal berlabuh ke pulau.
3.   Stasiun 3 (30° 20’ 27,3” LU dan 99° 43’ 18,6” BT), lokasi terdapat banyak batu-batu karang dan pasir.
4.   Stasiun 4 (30° 20’ 27,3” LU dan 99° 43’ 18,6” BT), lokasi dominan daerah batuan karang.
5.   Stasiun 5 (30° 20’ 27,5” LU dan 99° 43’ 17,9” BT), lokasi lebih didominasi oleh batu-batuan karang yang besar.

Parameter yang Diamati
Pengambilan sampel plankton
1.  Diambil sampel air dengan ember 5 liter diambil sebanyak 25 liter.
2. Dimasukkan air ke dalam plankton net dan semprot dengan handspayer yang berisi aquadest.
3. Sampel air yang ada di dalam bucket plankton net dimasukkan ke dalam botol film lalu ditetesi lugol sebanyak 3-4 tetes.
4. Diberi label dan pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali.

Pengukuran parameter fisika kimia perairan
Suhu
1.  Diambil sampel air laut  ke dalam ember 5 liter.
2.  Dimasukkan termometer ke dalam sampel air.
3.  Ditunggu beberapa menit dan lihat garis merah yang menunjukkan suhu perairan.

Salinitas
1.   Diambil 1 tetes aquadest dengan pipet tetes ke dalam sprektanometer agar normal.
2.   Ambil 1 tetes air laut dengan pipet tetes ke dalam sprektanometer.
3.   Lalu muncul angka pada sprektanometer.

pH
1.   Masukkan pH meter ke dalam air laut.
2.  Dinyalakan pH dan lihat angka pada pH meter yang menunujukan derajat keasaman air laut.

DO (Dissolved Oxygen)
1.    Diukur DO dengan metode Winkler.
2.    Diambil sampel air dengan ember dan masukkan ke dalam botol winkler.
3.   Diteteskan sampel air tersebut dengan 1 ml MnSO4 dan 1 ml KOH-KI, lalu aduk dan diamkan.
4.    Pada sampel akan terdapat endapan putih atau coklat.
5.    Ditetesi 1 ml H2SO4, lalu diaduk dan didiamkan.
6.    Sampel akan berwarna coklat.
7.    Diambil sampel 100 ml, lalu dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N hingga berwarna kuning pucat.
8.    Ditetesi sampel dengan amilum sebanyak 3 tetes, lalu sampel akan berwarna biru.
9.    Dititrasi sampel dengan Na2S2O3 0,0125 N hingga sampel berwarna bening.
10.  Nilai DO merupakan jumlah Na2S2O3 0,0125 N yang terpakai.

Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum Planktonologi di pulau Salah Namo Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara adalah sebagai berikut,

Tabel data plankton pulau Salah Namo, Batu Bara.
No
Nama Spesies
Jumlah
Per tetes
Jumlah
Per 1 ml
Jumlah
Per 50 ml
1
Diapelmadia sp
1
20
1000
2
Isthmia sp
75
1500
75000
3
Nauplius sp
1
20
1000
4
Oedogoenium sp
34
680
34000
5
Oscillatoria tenuis
5
100
5000
6
Synedra sp
17
340
17000
7
Closterium sp
1
20
1000
8
Mouggeotia sp
4
80
4000
9
Rhizosolenia sp
2
40
2000
10
Anabena sp
2
40
2000
11
Apsilus sp
2
40
2000
12
Ecylatoria sp
1
20
1000
13
Diaptomus sp
4
80
4000
14
Favella Campanaulia
1
20
1000
15
Lexodes sp
1
20
1000
16
Nitzschia closterium
17
340
17000
17
Sclotella sp
2
40
2000
18
Chaetoceros sp
1
20
1000
19
Pandorina sp
1
20
1000
20
Rotifera sp
3
60
3000
21
Zygnema sp
4
80
4000
22
Ulothrix sp
4
80
4000
23
Neogeotia sp
8
160
8000
24
Euntitus Stramentus
1
20
1000
25
Bacillaria sp
3
60
3000
26
Stigenoida sp
1
20
1000
Jumlah
196
3920
196000

Tabel parameter Fisika Kimia pulau Salah Namo      
Parameter
Satuan
Suhu
300C

pH
8,7

DO
11

Salinitas
30 ppm

Pembahasan
Dari hasil praktikum, fitoplankton yang dominan terdapat di Pulau Salah Namo adalah Isthmia sp., Oedogoenium sp. dan Synedra sp. yang merupakan sumber makanan bagi zooplankton dan organisme lainnya. Hal ini seperti yang dinyatakan Barus (2004), bahwa fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini memiliki kandungan klorofil dan mampu berfotosintesis.
Dari hasil praktikum juga diketahui bahwa yang paling dominan  yaitu Isthmia sp. dan Mougeotia sp. yang merupakan jenis fitoplankton. Ini dikarenakan pengambilan sampel di sore hari dan juga pada pinggiran lepas pantai. Hal ini seperti yang dinyatakan Nontji (1993), bahwa fitoplankton yang subur umumnya terdapat di perairan di sekitar muara sungai atau di perairan lepas pantai dimana terjadi air naik (upwelling). Di kedua lokasi itu terjadi proses penyuburan karena masuknya zat hara ke dalam lingkungan tersebut. Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu melaksanakan reaksi fotosintesis dimana saja.
Pulau Salah Namo memiliki suhu 300C, dimana suhu ini sangat baik untuk kehidupan organisme yang berada di perairan, terutama plankton (fitoplankton) sering melakukan fotosintesis. Hal ini seperti isi literatur menurut Sari dan Usman (2012), bahwa meskipun suhunya relatif tinggi, namun masih dalam batas toleransi bagi kehidupan ikan. Sebagaimana dijelaskan, bahwa suhu yang berkisar antara 270C - 320C baik untuk kehidupan organisme perairan.
Pada praktikum diperoleh pH sebesar 7,8. Dari pH ini dapat disimpulkan bahwa air laut Salah Namo bersifat basa, karena pHnya >7 yang bisa dapat bersifat toksis bagi kehidupan organisme perairan, terutama plankton. Hal ini seperti menurut Barus (2004), bahwa pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik semakin tinggi, yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme air. Sedangkan, pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme.
Pulau  Salah Namo juga memiliki DO sebesar 11 ppm. Ini menunjukkan banyaknya fitoplankton yang terdapat di pulau tersebut karena salah satu sumber oksigen terlarut dalam air adalah dari hasil fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Hal ini seperti menurut Barus (2004), bahwa oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen dari udara terlarut masuk dalam air karena adanya difusi langsung dan agitasi permukaan air oleh aksi angin dan arus turbulen.

Kesimpulan
          Adapun kesimpulan dari praktikum di Pulau Salah Namo, Desa Bogak, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara, yaitu:
1.     Dari hasil praktikum diperoleh bahwa Isthmia sp. dan Mougotia sp. adalah plankton yang paling dominan di pulau Salah Namo.
2.     Berdasarkan indeks keanekaragaman yang ada di Pulau Salah Namo Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara, perairannya hampir tidak terjadi pencemaran dengan H’ sebesar 2,188.
3.     Dari hasil praktikum diperoleh nilai suhu 300, dimana suhu ini sangat baik untuk kehidupan organisme yang berada di perairan.
4.     Dari hasil praktikum diperoleh nilai DO sebesar 11 ppm. Ini menunjukkan banyaknya fitoplankton yang terdapat di pulau tersebut.
5.     Dari hasil praktikum diperoleh nilai pH 7,8 dan nilai salinitas sebesar 30 ppm.


Penampakan
Sebelum menyeberang, dermaga Tanjung Tiram


Numpang jepret, om...


Pantai Berbatu Pulau Salah Namo


Pemandangan dari dermaga pos Kesehatan


Sunset 


Dermaga di atas pantai berbatu


Jepret dari bukit di atas dermaga


Fenomena pasang air laut pulau Salah Namo


Bivak alam (goa) pulau Salah Namo


Dermaga pulau Salah Namo


Jernihnyaaa...


Sore hari


Hasil tangkapan saat memancing malam hari di dermaga


Splash..!


Menginap selama semalam di pos kesehatan, lumayan horor. Hhehe...




DAFTAR PUSTAKA
Abida, I., W. 2010. Struktur Komunitas Dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Muara Sungai Porong Sidoarjo. Jurnal Kelautan. Volume 3, No.1.
http://ejournal.UniversitasTrinojoyo.ac.id. (Diakses tanggal 20 Juni 2013).
Barus, T., A. 2004. Pengantar Limnologi : Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, Medan.
Bengen, D., dan Dea. 2010. Pengelolaan Ekosistem Wilayah Pesisir. Institut Pertanian Bogor, Bogor. http://repository.ipb.ac.id (Diakses tanggal 20 Juni 2013)
Dinas Pariwisata. 2009. Kabupaten Batubara. http://dinaspariwisata.go.id. (Diakses tanggal 20 Juni 2013).
Dinas Pariwisata Batubara. 2012. Pulau Pandang dan Pulau Salah Namo. http://Batubara.go.id. (Diakses tanggal 20 Juni 2013). 
Juwana, S, dan Romimahtarto, K. 2001. Biologi Laut. Penerbit Djambatan, Jakarta.
Kordi, M., G., H. dan Tancung, A., B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Madinawati. 2010. Kelimpahan Dan Keanekaragaman Plankton Di Perairan Laguna Desa Tolongano Kecamatan Banawa Selatan. Media Litbang, Sulteng. ISSN: 1979-5971.
Nulya, S., E., Lestari, A., dan Arsyad, S., W. 2011. Keanekaragaman Dan Kemelimpahan Zooplankton Di Kolam Jorong Barutama Greston Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Wahana-Bio. Volume VI. http://ejournal.unlam.ac.id. (Diakses tanggal 23 Juni 2013).
Siregar, M., H. 2009. Studi Keanekaragaman Plankton di Hulu Sungai Asahan Porsea. Universitas Sumatera Utara, Medan. http://repository.usu.ac.id. (Diakses tanggal 23 Juni 2013).
Stowe, K. 1987. Essentials of Ocean Science. John Wiley & Sons, Inc., USA.
Widyorini, N., dan Ruswahyuni. 2008. Sebaran Unsur Hara Terhadap Struktur Komunitas Plankton di Pantai Bandengan dan Pulau Panjang Jepara. Jurnal Saintek Perikanan. Volume 3, No.2. http://repository.undip.ac.id. (Diakses tanggal 19 Juni 2013).
Webber, H. dan Thurman, H. 1991. Marine Biology : Second Edition. Harper Collins Publisher, New York.
Wisnu. 2009. Pendugaan Status Trofik Dengan Pendekatan Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton di Waduk Sengguruh Karangkates Lahor Wlingi Raya dan Wonorejo Jawa Timur. Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1 No.1.
Yuliana., Adiwilaga, E., M., Harris, E., dan N.T.M. Pratiwi. 2012. Hubungan Antara Kelimpahan Fitoplankton Dengan Parameter Fisik-Kimiawi Perairan Di Teluk Jakarta. Jurnal Akuatika. Volume III, No.2. ISSN 0853-2523. http://jurnal.unpad.ac.id. (Diakses tanggal 23 Juni 2013).


2 komentar: